![]() |
| Foto : Rapat koordinator pencegahan stunting |
Lombok Timur – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Perwakilan Nusa Tenggara Barat menggelar Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) Program Kependudukan. Pertemuan yang berlangsung di Sembalun, Kamis (28/8), menghadirkan perwakilan seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tingkat provinsi dan kabupaten/kota, mitra kerja, serta koordinator dan penyelenggara Pelayanan Keluarga Berencana (PKB).
Rakorda ini bertujuan untuk mengevaluasi capaian program tahun berjalan dan menyusun rencana aksi untuk sisa tahun 2025 serta awal tahun 2026. Dr. Lalu Ma'arifudin, Kepala Perwakilan BKKBN NTB, menekankan pentingnya forum ini untuk memastikan program-program prioritas berjalan sesuai target.
“Kegiatan hari ini adalah untuk merencanakan kegiatan yang akan kita lakukan, baik di sisa waktu tahun 2025 maupun sedikit di tahun 2026. Kemudian, kita melakukan evaluasi beberapa kegiatan, terutama yang menyangkut program-program prioritas,” ujar Ma’arifudin dalam sambutannya.
Program prioritas yang dimaksud meliputi Gerakan Orang Tua Asuh sejak Stunting (Genting), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasa), Gerakan Teladan Ayah Indonesia (Gelati), dan Lansia Berdaya (Sidaya).
Capaian Genting dan Tantangan Stunting
Dalam pemaparannya, Ma’arifudin menyoroti capaian positif program Genting, di mana NTB berhasil menduduki peringkat ke-6 nasional. Melalui gerakan gotong royong ini, terkumpul bantuan lebih dari Rp20 miliar yang telah disalurkan kepada sekitar 800.000 anak dan keluarga berisiko stunting. Bantuan tersebut mencakup dukungan nutrisi, non-nutrisi seperti akses air bersih dan sanitasi, serta edukasi.
Namun, di balik keberhasilan tersebut, ia menyampaikan kekhawatiran yang mendalam. Data terbaru Survei Status Gizi (SSG) menunjukkan angka stunting di NTB mengalami kenaikan yang signifikan, dari 24,6% pada tahun 2023 menjadi 29,8% pada tahun 2024.
“Ketika kemarin kemiskinan ekstrem tidak mencapai target, stunting ini juga ada kecenderungan untuk meningkat,” jelas Ma’arifudin, mengidentifikasi kemiskinan sebagai salah satu akar masalah.
Selain faktor ekonomi, perilaku orang tua dalam pemberian makan kepada balita juga dinyatakan sebagai penyebab utama. Ma’arifudin mencontohkan maraknya kebiasaan memberikan makanan kemasan siap saji yang praktis namun minim nilai gizi sebagai salah satu masalah yang perlu diperbaiki.
“Kami melihatnya kenapa ini adalah menyangkut perilaku memberikan makanan pendamping ASI kepada balita-balita kita,” tambahnya.
Peta Jalan sebagai Solusi Ke Depan
Untuk mengatasi masalah kependudukan yang kompleks, BKKBN NTB menekankan pentingnya implementasi Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK). PJPK diharapkan dapat menjadi panduan operasional yang memastikan indikator kependudukan terintegrasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis (Renstra) kabupaten/kota.
“Peta jalan itu memetakan selama lima tahun itu apa yang perlu kita lakukan. Sehingga jalan yang kita lalui untuk pembangunan kependudukan itu jelas, terarah, dan itu tentu lebih cepat untuk mencapai tujuan,” tegas Ma’arifudin.
Hasil dari Rakorda ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Aksi Tahunan yang akan diimplementasikan hingga tingkat desa dan kelurahan. Langkah ini diharapkan dapat memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan daerah dalam menyukseskan program kependudukan dan keluarga, mendukung visi NTB Makmur dan Mendunia, serta berkontribusi pada percepatan pencapaian Indonesia Emas 2045.
